Pada beberapa kesempatan berdiskusi banyak yang bertanya-tanya,
apa itu gizi berkelanjutan (Sustainable Nutrition) ?. Apakah ini berarti program gizi yang berjalan
secara berkelanjutan, atau bentuk baru pembangunan berkelanjutan ?. Agar tahu jawabannya tidak ada salahnya
membaca tulisan ini, karena selanjutnya akan dijelaskan arti gizi berkelanjutan
tersebut.
Gambar. Konsep Gizi berkelanjutan dengan lima dimenasinya (Koerber et al., 2016)
Pada
awal kehidupan manusia, gizi (pangan) -- termasuk mengumpulkan pangan, memburu,bertani,
dan memasak – merupakan bagian penting dari peradaban kehidupan sehari-hari. Tetapi menusia moderen saat ini kurang
memberikan perhatian penting terhadap produksi pangan dan budaya makan. Saat ini manusia terlalu sibuk sehingga
waktunya sangat terbatas untuk mempersiapkan makanan, sehingga pada umumnya
dipilih makanan siap santap.
Gizi
berkelanjutan (“Sustainable Nutrition”) merupakan konsep yang mempertimbangkan
segala aspek yang berhubungan dengan pangan, yang melebihi aspek kesehatan individu. Konsep ini dikembangkan oleh Karl von Koerber
et al. pada tahun 1980an di Universitas Giessen, Jerman, yang pada awalnya
dinamakan “Wholesome Nutrition”. Konsep diet-nya sebagian besar didasarkan pada
pangan nabati dengan proses pengolahan pangan seminimal mungkin, dan apabila
diperlukan dapat juga dikonsumsi sedkit pangan hewani. Kelompok pangannya
berpusat pada sayuran, buah-buahan, produk padi-padian utuh, kentang, polong-polongan
dan produk susu. Minyak nabati, kacang-kacangan,
tanaman dan buah berminyak juga penting tetapi harus dikonsumsi
srcukupnya. Jika diinginkan dapat juga
dikonsumsi sedikit daging, ikan, dan telur.
Konsep ini memasukkan lima dimensi dengan bobot yang sama penting, yaitu
kesehatan, lingkungan, ekonomi, masyarakat, dan budaya.
Gizi
berkelanjutan didasarkan pada pemikiran holistik dan mempertimbangkan interaksi
multidimensi pada rantai suplai pangan di setiap tahapan, mulai dari input
produksi dan produksi primer sampai pengolahan, distribusi, penyiapan, konsumsi,
dan pembuangan bahan sisa. Ini merupakan alat komunikasi yang efektif yang
membantu menempatkan pengetahuan ilmiah ke dalam praktek. Oleh karena ini konsep gizi berkelanjutan
harus menganalisis setiap rantai pangan tersebut secara holistik.
Konsep
yang didasarkan pada pemikiran holistik ini berpotensi untuk mengurangi
tantangan global di bidang gizi, yang diperkuat kembali oleh kebiasaan makan
kita. Contoh-contoh tantangan global
yang terkait dengan gizi adalah perubahan iklim, suplai energi dan peningkatan
harga energi, degradasi lahan, musnahnya keanekaragaman hayati, permasalahan pemeliharaan
ternak dan makanan ternak, polusi udara, air dan tanah. Bagi negara berkembang tantangannya yang
terus dihadapi adalah kelaparan, kerawanan pangan, kelangkaan air, kemiskinan,
dan keadaan ekonomi yang tidak adil.
Dengan menerapkan konsep gizi berkelanjutan maka sedikit demi sedikit berbagai
tantangan tersebut dapat diatasi.
Tujuh prinsip Gizi Berkelanjutan :
1. 1.
Preferensi
pada pangan nabati
2.
Pangan
organik
3.
Produk
regional dan musiman
4.
Preferensi
pada pangan yang diproses sangat minimal
5.
Produk
yang diperdagangkan secara adil
6.
Rumahtangga
yang menghemat sumberdaya
7.
Budaya
makan yang dinikmati.
Dengan
menerapkan tujuh prinsip dan dianalisis dari lima aspek (lingkungan, kesehatan,
ekonomi, masyarakat atau sosial, dan budaya), maka jelas gizi berkelanjutan ini
akan berdampak positif terhadap pembangunan berkelanjutan. Misalkan analisis pada prinsip pertama (Preferensi
pada pangan nabati), dengan mengonsumsi pangan nabati maka akan mengurangi
konsumsi pangan hewani (seperti daging), sehingga dipandang dari aspek ekologi
(lingkungan) akan mengurangi emisi gas rumahkaca. Dipandang dari aspek masyarakat, maka
aspeknya sangat penting karena akan mengurangi kehilangan transformasi pangan
akibat berkurangnya konflik antara pengunaan lahan pangan dengan lahan
peternakan. Saat ini lahan peternakan
ruminansia menguasai 70 persen lahan pertanian.
Dari aspek kesehatan, konsumsi pangan nabati akan meningkatkan
asupan karbohidrat kompleks, dan menurunkan asupan lemak, asam lemak jenuh,
kolesterol dan purin. Begitu pula
vitamin, mineral, serat dan fitonutrien lebih tinggi pada pangan nabati
dibanding pangan hewani. Kesemuanya akan
meningkatkan kesehatan masyarakat, hal ini terbukti dari beberapa penelitian
yang menunjukkan bahwa vegetarian lebih sehat dibanding pemakan daging. Dianalisis dari aspek ekonomi,
produksi pangan hewani membutuhkan sumberdaya keuangan yang lebih besar, karena
biaya input lebih tinggi (kebutuhan energi, pupuk, jam kerja yang lebih tinggi). Sehingga pengeluaran untuk pangan juga menurun
sejalan dengan penurunan konsumsi daging dan produk susu. Dari aspek budaya, hanya sekitar 60 tahun
yang lalu daging mejadi sesuatu yang spesial, biasanya hanya dikonsumsi
seminggu sekali. Pada saat ini konsumsi
daging sangat tnggi melebihi keadaan
normal, terutama pada laki-laki. Namun dengan
pengalaman rasa baru, makanan vegetarian juga secara kreatif mampu dirubah menyamai
rasa pangan hewani.
Analisis seperti itulah yang dapat
dilakukan untuk masing-masing prinsip pada 7 (tujuh) prinsip gizi berkelanjutan.
Dengan demikian tampaklah bawa gizi berkelanjutan mempromosikan tujuan yang
berbeda pada lima dimensi, yaitu perlindungan terhadap kesehatan; hubungan
ekonomi yang adil; keadilan sosial; lahan yang sehat, air dan udara bersih;
budaya makan yang dapat dinikmati.
Pustaka :
Koerber K V, Bader N, Leitzmann C. 2016. Wholesome
Nutrition: an example for a sustainable diet.
Symposium: Sustainable Diet II: Sustainable food consumption. Proceedings of the Nutrition Society, Page 1
of 8.
No comments:
Post a Comment