Laman

Sunday, October 23, 2016

Konsep Gizi Berkelanjutan (Sustainable Nutrition)

Pada beberapa kesempatan berdiskusi banyak yang bertanya-tanya, apa itu gizi berkelanjutan (Sustainable Nutrition) ?.  Apakah ini berarti program gizi yang berjalan secara berkelanjutan, atau bentuk baru pembangunan berkelanjutan ?.  Agar tahu jawabannya tidak ada salahnya membaca tulisan ini, karena selanjutnya akan dijelaskan arti gizi berkelanjutan tersebut.
                   Gambar.  Konsep Gizi berkelanjutan dengan lima dimenasinya (Koerber et al., 2016)
            Pada awal kehidupan manusia, gizi (pangan) -- termasuk mengumpulkan pangan, memburu,bertani, dan memasak – merupakan bagian penting dari peradaban  kehidupan sehari-hari.  Tetapi menusia moderen saat ini kurang memberikan perhatian penting terhadap produksi pangan dan budaya makan.  Saat ini manusia terlalu sibuk sehingga waktunya sangat terbatas untuk mempersiapkan makanan, sehingga pada umumnya dipilih makanan siap santap.
            Gizi berkelanjutan (“Sustainable Nutrition”) merupakan konsep yang mempertimbangkan segala aspek yang berhubungan dengan pangan, yang melebihi  aspek kesehatan individu.  Konsep ini dikembangkan oleh Karl von Koerber et al. pada tahun 1980an di Universitas Giessen, Jerman, yang pada awalnya dinamakan “Wholesome Nutrition”. Konsep diet-nya sebagian besar didasarkan pada pangan nabati dengan proses pengolahan pangan seminimal mungkin, dan apabila diperlukan dapat juga dikonsumsi sedkit pangan hewani. Kelompok pangannya berpusat pada sayuran, buah-buahan, produk padi-padian utuh, kentang, polong-polongan dan produk susu.  Minyak nabati, kacang-kacangan, tanaman dan buah berminyak juga penting tetapi harus dikonsumsi srcukupnya.  Jika diinginkan dapat juga dikonsumsi sedikit daging, ikan, dan telur.  Konsep ini memasukkan lima dimensi dengan bobot yang sama penting, yaitu kesehatan, lingkungan, ekonomi, masyarakat, dan budaya.
            Gizi berkelanjutan didasarkan pada pemikiran holistik dan mempertimbangkan interaksi multidimensi pada rantai suplai pangan di setiap tahapan, mulai dari input produksi dan produksi primer sampai pengolahan, distribusi, penyiapan, konsumsi, dan pembuangan bahan sisa. Ini merupakan alat komunikasi yang efektif yang membantu menempatkan pengetahuan ilmiah ke dalam praktek.  Oleh karena ini konsep gizi berkelanjutan harus menganalisis setiap rantai pangan tersebut secara holistik.
            Konsep yang didasarkan pada pemikiran holistik ini berpotensi untuk mengurangi tantangan global di bidang gizi, yang diperkuat kembali oleh kebiasaan makan kita.  Contoh-contoh tantangan global yang terkait dengan gizi adalah perubahan iklim, suplai energi dan peningkatan harga energi, degradasi lahan, musnahnya keanekaragaman hayati, permasalahan pemeliharaan ternak dan makanan ternak, polusi udara, air dan tanah.  Bagi negara berkembang tantangannya yang terus dihadapi adalah kelaparan, kerawanan pangan, kelangkaan air, kemiskinan, dan keadaan ekonomi yang tidak adil.  Dengan menerapkan konsep gizi berkelanjutan maka sedikit demi sedikit berbagai tantangan tersebut dapat diatasi.
Tujuh prinsip Gizi Berkelanjutan :
1.                              1.     Preferensi pada pangan nabati
2.     Pangan organik
3.     Produk regional dan musiman
4.     Preferensi pada pangan yang diproses sangat minimal
5.     Produk yang diperdagangkan secara adil
6.     Rumahtangga yang menghemat sumberdaya
7.     Budaya makan yang dinikmati.
            Dengan menerapkan tujuh prinsip dan dianalisis dari lima aspek (lingkungan, kesehatan, ekonomi, masyarakat atau sosial, dan budaya), maka jelas gizi berkelanjutan ini akan berdampak positif terhadap pembangunan berkelanjutan.  Misalkan analisis pada prinsip pertama (Preferensi pada pangan nabati), dengan mengonsumsi pangan nabati maka akan mengurangi konsumsi pangan hewani (seperti daging), sehingga dipandang dari aspek ekologi (lingkungan) akan mengurangi emisi gas rumahkaca.  Dipandang dari aspek masyarakat, maka aspeknya sangat penting karena akan mengurangi kehilangan transformasi pangan akibat berkurangnya konflik antara pengunaan lahan pangan dengan lahan peternakan.  Saat ini lahan peternakan ruminansia menguasai 70 persen lahan pertanian.  Dari aspek kesehatan, konsumsi pangan nabati akan meningkatkan asupan karbohidrat kompleks, dan menurunkan asupan lemak, asam lemak jenuh, kolesterol dan purin.  Begitu pula vitamin, mineral, serat dan fitonutrien lebih tinggi pada pangan nabati dibanding pangan hewani.  Kesemuanya akan meningkatkan kesehatan masyarakat, hal ini terbukti dari beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa vegetarian lebih sehat dibanding pemakan daging.  Dianalisis dari aspek ekonomi, produksi pangan hewani membutuhkan sumberdaya keuangan yang lebih besar, karena biaya input lebih tinggi (kebutuhan energi, pupuk, jam kerja yang lebih tinggi).  Sehingga pengeluaran untuk pangan juga menurun sejalan dengan penurunan konsumsi daging dan produk susu.  Dari aspek budaya, hanya sekitar 60 tahun yang lalu daging mejadi sesuatu yang spesial, biasanya hanya dikonsumsi seminggu sekali.  Pada saat ini konsumsi daging sangat tnggi  melebihi keadaan normal, terutama pada laki-laki.  Namun dengan pengalaman rasa baru, makanan vegetarian juga secara kreatif mampu dirubah menyamai rasa pangan hewani.
            Analisis seperti itulah yang dapat dilakukan untuk masing-masing prinsip pada 7 (tujuh) prinsip gizi berkelanjutan. Dengan demikian tampaklah bawa gizi berkelanjutan mempromosikan tujuan yang berbeda pada lima dimensi, yaitu perlindungan terhadap kesehatan; hubungan ekonomi yang adil; keadilan sosial; lahan yang sehat, air dan udara bersih; budaya makan yang dapat dinikmati.

Pustaka :
Koerber K V, Bader N, Leitzmann C.  2016.  Wholesome Nutrition: an example for a sustainable diet.  Symposium: Sustainable Diet II: Sustainable food consumption.  Proceedings of the Nutrition Society, Page 1 of 8.


No comments: