DIAAS (digestible indispensable amino acid score) atau skor asam amino
esensial yang dapat tercerna merupakan metode yang direkomendasikan untuk penilaian mutu protein
untuk tujuan-tujuan regulasi. Misal untuk membuat klaim kandungan protein dalam
pangan harus ditentukan dengan metode analisis yang tepat dan mutunya
ditentukan dengan metode DIAAS. Berkenaan dengan
klaim kandungan protein dalam produk pangan FAO menetapkan Angka Kecukupan Gizi
(AKG) yang direkomendasikan untuk tujuan pelabelan menurut harmonisasi dan
standarisasi internasional adalah 50 gram. Untuk mengklaim suatu pangan merupakan “sumber”
protein, maka pangan tersebut harus memenuhi kriteria :
10% dari
AKG per 100 g (makanan padat);
5% dari
AKG per 100 ml (makanan cair);
atau
5% dari AKG per 100 kKal;
atau 10%
dari AKG per sajian.
Untuk
mengklaim suatu pangan merupakan “tinggi” protein, maka pangan tersebut harus
mengandung dua kali lipat dari nilai kriteria “sumber” tersebut.
Apabila pangan sudah memenuhi
kriteria kuantitas protein tersebut, maka selanjutnya ukuran mutu protein harus
diterapkan. Untuk klaim gizi sebagai “sumber”
atau “tinggi” berdasarkan mutu DIAAS, maka ditetapkan titik batas DIAAS, yaitu 100
atau lebih untuk klaim “baik sekali”, 75-99 untuk klaim “sumber” atau “baik”.,
dan tidak ada klaim kalau mutunya kurang dari 75. Tabel 1 berikut merupakan contoh penggunaan
DIAAS untuk penilaian mutu protein dalam konteks membuat klaim.
Tabel. Contoh penggunaan DIAAS untuk penilaian mutu
protein dalam konteks membuat klaim
Jenis pangan
|
Jumlah
|
Kandugan protein per 100 g
|
DIAAS
|
Penilaian kualitas
|
Eligibilitas klaim menurut kuantitas
|
Eligibilitas klaim menurut kuantitas & kualitas
|
Terigu
|
100 g
|
11
|
40
|
rendah
|
Ya, tinggi
|
Tidak, tidak
|
Kacang polong
|
100 g
|
21
|
64
|
rendah
|
Ya, tinggi
|
Tidak, tidak
|
Tepung susu (whole)
|
100 g
|
28
|
122
|
tinggi
|
Ya, tinggi
|
Ya, tinggi
|
Kebutuhan protein tubuh sangat
dipengaruhi oleh mutu protein makanan. Karena itu mutu protein makanan dari
individu/masyarakat dan produk pangan perlu ditentukan. Banyak cara untuk menilai mutu protein. Salah satunya dengan menghitung skor asam
aminonya. FAO (2013) telah menetapkan referensi pola kebutuhan asam amino, yang
merupakan koreksi terhadap referensi terdahulu yaitu referensi FAO/WHO/UNU
(2007). Metode yang dianjurkan FAO 2013 untuk mengukur mutu protein adalah
DIAAS (digestible indispensable amino
acid score; DIAAS) sebagai pengganti PDCAAS (Protein Digestibility Corrected Amino Acid Score; PDCAAS).
Metode ini dikembangkan karena
daya cerna protein saja tidak selalu merefleksikan daya cerna asam amino
esensial makanan seseorang, sehingga pengugunaan skor berdasarkan daya cerna
asam amino esensial makanan seseorang.
DIAAS diperoleh
dengan menggunakan rumus berikut :
DIAAS
% = 100 x [(mg asam amino esensial makanan tercerna dalam 1 g protein makanan)
/ (mg asam amino esensial makanan yang sama dalam 1 gram protein referensi)].
Metode ini memang agak sulit
diterapkan karena ketersediaan data biavailabilitas dan daya cerna asam amino
suatu pangan masih sangat terbatas. Ada beberapa kegunaan dengan menghitung
DIAAS, yaitu a) untuk mengukur mutu protein makanan campuran (diet)
individu/masyarakat, b) untuk mendokumentasi mutu asam amino pangan tunggal,
yang dapat digunakan dalam meramu diet agar mutu proteinnya meningkat (prinsip
komplementasi atau saling melengkapi), c) untuk keperluan regulatori yang
bertujuan mengklasifikasi dan memonitor kecukupan protein dari suatu pangan
atau produk pangan yang dijual pada konsumen. Untuk tujuan regulatori,
dianjurkan 2 pola, yaitu menggunakan
referensi bayi (komposisi asam amino ASI) pada Tabel 2 untuk makanan formula
bayi; dan menggunakan referensi anak usia 6 bulan-3 tahun untuk semua
pangan/produk pangan lainnya.
Dalam menghitung DIAAS,
rasio-nya harus dihitung untuk masing-masing asam amino esensial dan nilai
rasio terendah yang dimaksud dengan DIAAS. DIAAS dapat memiliki nilai dibawah
atau dalam beberapa keadaan bisa diatas 100%. Nilai-nilai diatas 100% tidak
perlu dipotong, kecuali apabila menghitung DIAAS bagi asupan asam amino atau
protein diet campuran atau pangan bersumber tunggal (seperti formula bayi atau
ASI).
Pola skor asam amino yang
direkomendasikan (dalam hal ini pola asam amino dari protein referensi) yang
digunakan untuk menghitung mutu protein (DIAAS) disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kebutuhan asam amino bagi bayi, anak, remaja, dan dewasa untuk orang Indonesia
Kelompok umur
|
His*)
|
Ile
|
Leu
|
Lys
|
SAA
|
AAA
|
Thr
|
Trp
|
Val
|
Pola skor asam amino (mg/g kebutuhan protein)
|
|||||||||
Bayi (0 – 6 bulan)
|
21
|
55
|
96
|
69
|
33
|
94
|
44
|
17
|
55
|
Anak (6 bulan–3 tahun)
|
20
|
32
|
66
|
57
|
27
|
52
|
31
|
8,5
|
43
|
Anak diatas 3 tahun, remaja dan dewasa
|
16
|
30
|
61
|
48
|
23
|
41
|
25
|
6,6
|
40
|
Sumber
: FAO (2013)
*)
Singkatan asam amino (His, histidin; Ile, isoleusin; Leu, leusin; Lys, lisin;
SAA, asam amino sulfur, yaitu methionin dan sistin; AAA= asam amino aromatik,
yaitu Phe, fenilalanin dan Tyr, tirosin; Thr, treonin; Trp, triptofan; Val,
valin).
Contoh
perhitungan DIAAS makanan tunggal
Contoh
perhitungan DIAAS makanan campuran
Daftar Pustaka
1. FAO/WHO/UNU.
(2007). Protein and Amino Acids Requirements in Human Nutrition. WHO Technical Report Series 935. Geneva : WHO.
2. FAO.
(2013). Dietary Quality Protein Evaluation in Human Nutrition. Rome : FAO.
3. FAO (2014). Research approaches and methods for evaluating the
protein quality of human foods. Report
of a FAO Expert Working Group, 2 – 5 March 2014, Bangalore, India. Rome : FAO.
No comments:
Post a Comment