Laman

Friday, March 29, 2013

Kehilangan zat gizi saat pengolahan sayuran di rumah tangga


Hadi Riyadi
      Pengolahan pangan dapat dilakukan di tingkat rumah tangga, yang umumnya merupakan pengolahan tradisional yang dilakukan secara sederhana, baik dalam hal peralatan yang digunakan, pengawasan mutu maupun sanitasinya.  Selain itu, pengolahan yang dilakukan biasanya merupakan warisan pengetahuan dari generasi-generasi sebelumnya.
      Pengolahan pangan tingkat rumah tangga bertujuan antara lain:
1.      Memudahkan bentuk pangan yang dikonsumsi serta menambah macam atau jenis makanan.
2.      Menjamin keamanan pangan
3.      Meningkatkan kelezatan dan daya tarik dari pangan yang dikonsumsi
      Kegiatan pengolahan pangan di tingkat rumah tangga meliputi: persiapan bahan (penyiangan pangan, pencucian, dan pemotongan) dan pemasakan. Pemasakan merupakan proses pengolahan dengan panas yang paling sederhana dan mudah dilakukan.  Tujuan pemasakan terutama untuk memperoleh makanan yang lebih lezat atau enak dan memperpanjang masa simpan.  Ada tiga macam pemasakan yang biasa dilakukan, yaitu:
1.       Pemanggangan dan penyangraian, yaitu menggunakan panas kering pada suhu ± 1000C.
2.       Perebusan, yaitu penggunaan panas basah dengan suhu ± 1000C.
3.       Penggorengan, yaitu penggunaan minyak panas dengan suhu ± 1000C.
      Selama pemasakan akan terjadi perubahan flavor, warna dan tekstur; meningkatkan daya cerna komponen pangan; terjadinya destruksi mikroorganisme dan toksin, serta inaktivasi enzim yang tidak dikehendaki.  Perubahan lain yang sangat tidak diharapkan yaitu penurunan nilai gizi.  Besar kecilnya penurunan zat gizi antara lain dipengaruhi oleh pengolahan yang dilakukan serta sifat dari pangan itu sendiri.
      Salah satu pangan yang sangat rentan terhadap penurunan nilai gizi selama pemasakan adalah sayuran.              Sayuran tidak mempunyai struktur biologis yang umum.  Sayuran diperoleh dari berbagai bagian yang berbeda dari beranekaragam tumbuh-tumbuhan, misalnya daun, bunga, batang, buah.  Sayur umumnya mempunyai beberapa sifat gizi yang hampir sama, yaitu berkadar air tinggi, dan mengandung karbohidrat tak dapat cerna (sellulosa) yang menyediakan serat dan merupakan sumber vitamin C, karoten, dan mineral terutama zat besi (Fe).  Pengaruh utama pemasakan terhadap nilai gizi sayur-sayuran adalah hilangnya/rusaknya vitamin C, vitamin A dan Fe.
            Kandungan Fe dalam sayuran pada waktu pengolahan berkuah akan mengalami leaching sebanyak 5-15 persen, besar kecilnya tergantung dari cara pemasakan.  Leaching Fe pada sayuran hijau yang direbus (sayur bening) adalah 18 persen (Hardinsyah, 1982).  Hasil penelitian Utami (1982) mengungkapkan bahwa kehilangan vitamin A selama pemasakan sayuran hijau dengan cara ditumis adalah 8-18 persen, sedangkan menurut Bender (1973) adalah 18 persen.
            Sayuran hijau dimasak dengan perebusan menyebabkan kehilangan vitamin A berkisar 3-30 persen (Nasoetion, Rihati, dan Sibarani,1983).  Utami (1982) menyatakan bahwa sayuran hijau yang dimasak bersantan mengalami kehilangan vitamin A hanya sekitar 3 persen, kandungan vitamin B1 pangan yang dimasak hilang sekitar 25 persen dan vitamin C hilang 50 persen (Direktorat Gizi, 1981).
   Kentang merupakan umbi dari batang tanaman yang berkadar pati lebih tinggi daripada sebagian besar sayur-sayuran lain.  Kadar vitamin C kentang bervariasi karena hilangnya selama penyimpanan.  Kentang yang disimpan lama mungkin hanya mempunyai seperempat kadar vitamin C dari kentang yang baru dipanen.  Kehilangan vitamin C akibat pengolahan pada kentang  adalah 18-57 persen, tergantung cara pengolahannya.  Penyeduhan dengan air panas kehilangan vitamin C-nya 18.5%, dikukus kehilangannya 20.3%, dan direbus kehilangannya 57.4%.
Sumber :
Hadi Riyadi.  2006.  Gizi dan Kesehatan Keluarga.  Edisi 2.  Jakarta : Penerbit Universitas Terbuka.

No comments: