Dapatkah makanan kita mempengaruhi resiko
berkembangnya penyakit? Jawabannya tergantung pada jenis penyakitnya. Dua jenis
penyakit yang banyak diderita orang diseluruh dunia adalah penyakit infeksi dan
penyakit tidak menular kronis (degeneratif).
Penyakit infeksi seperti tuberkolosa, penyakit hati, pnemonia, dan diare
merupakan merupakan penyakit yang banyak diderita oleh penduduk Indonesia. Penyakit-penyakit ini dapat menurunkan umur
harapan hidup orang Indonesia. Adanya vaksin dan antibiotik jauh mengurangi
insiden penyakit-penyakit tersebut dibandingkan dengan keadaan-keadaan
sebelumnya. Saat ini kita dihadapkan
pada munculnya penyakit infeksi baru, yaitu H1N1 yang pada awalnya dikenal
dengan flu burung, Ebola, MERS dan AIDS serta adanya resistensi tuberkolosa dan
penyakit yang bersumber dari makanan (seperti tifoid dan diare) yang resinten
(kebal) terhadap obat antibiotik.
Meskipun ilmuwan sudah bekerja keras untuk mengembangkan obat-obatan
baru, pemerintah tetap harus memperkuat sistem respon kedaruratan dan
melindungi makanan dan suplai air bersih agar masyarakat terhindar dari resiko
serangan penyakit tersebut.
Setiap
orang juga dapat melindungi dirinya sendiri.
Setiap orang dapat melawan jutaan mikroba setiap hari yang sebagiannya
merupakan penyebab penyakit. Meskipun
gizi tidak dapat secara langsung mencegah atau mengobati penyakit, gizi dapat
memperkuat atau memperlemah sistem pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit. Gizi yang baik dapat membantu memperkuat
pertahanan tubuh, sebaliknya gizi yang buruk dapat memperlemah pertahanan tubuh
melawan penyakit.
Tanpa
kita sadari, sistem imun (kekebalan) tubuh secara terus menerus melawan ribuan
serangan mikroorganisme dan sel kanker.
Jika sistem imun tubuh menurun, maka tubuh mudah diserang penyakit. Sistem imun tubuh yang bergizi baik
memberikan perlindungan terbaik karena alasan berikut :
1. Asupan
berbagai vitamin dan mineral yang defisien berkaitan dengan gangguan resistensi
penyakit.
2. Jaringan
imun merupakan yang pertama kali diganggu apabila terjadi kekurangan gizi.
3. Beberapa
defisiensi gizi dalam waktu singkat sangat berbahaya bagi imunitas dibandingkan
dengan hal lainnya. Kecepatan dampaknya
dipengaruhi oleh apakah zat-zat gizi lain dapat melakukan tugas-tugas metabolik
dengan adanya defisiensi zat gizi tertentu, seberapa berat defisiensi gizinya,
dan apakah infeksi sudah muncul, serta umur seseorang.
Pada
saat ini dikenal istilah immunonutrition (gizi imun) yang digunakan untuk
menjelaskan pengaruh zat-zat gizi terhadap fungsi sistem imun, khususnya
berkenaan dengan terapi gizi medik.
Defisiensi atau toksisitas zat-zat gizi berikut ini dapat mengganggu
imunitas, yaitu protein, energi, vitamin A, vitamin E, vitamin D, vitamin C,
vitamin B, folat, besi, seng,copper,dan magnesium. Defisiensi atau toksisitas hanya salah satu
zat gizi dapat memperlemah sistem imun.
Sebagai contoh, defisiensi vitamin A memperlemah membran saluran cerna
dan kulit tubuh. Defisiensi vitamin C memperlemah daya bunuh sel darah
putih. Terlalu rendah vitamin E dapat
mengganggu imunitas, terutama melalui perannya sebagai antioksidan. Kekurangan
seng (Zn) mengganggu imunitas melalui penurunan jumlah sel darah putih, dan
kelebihan seng (Zn) mengganggu respon imun. Menu makanan yang seimbang dapat
mendukung pertahanan sistem imun.
Apabila
orang mengalami kekurangan gizi, maka selanjutnya kekurangan gizi tersebut akan
memperburuk keadaan penyakit, dan sebaliknya penyakit tersebut akan memperburuk
keadaan kurang gizi.
Apakah
gangguan gizi hanya akibat kekurangan gizi?
Tentu saja tidak. Gangguan gizi dapat
pula diakibatkan karena kelebihan gizi, misalnya obesitas (kegemukan). Penyakit akibat kelebihan gizi banyak
terdapat di negara-negara yang sudah maju; di daerah perkotaan di Indonesia
juga masih banyak dijumpai masalah ini, terutama pada masyarakat berpenghasilan
tinggi.
Kelebihan
gizi ternyata juga diketahui berhubungan erat (atau merupakan faktor resiko)
dengan munculnya penyakit- penyakit degeneratif (penyakit tidak menular kronis),
seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes, kanker. Penderita penyakit degeneratif ini di Indonesia
semakin banyak. Laporan Riset Kesehatan
Dasar 2013 (Kemenkes, 2014) menunjukkan penyakit tidak menular kronis semakin meningkat dan
semakin mendominasi penyebab kematian.
Hal ini sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan masyarakat dan
perubahan gaya hidup dan konsumsi makanan.
Konsekuensi
kesehatan yang diakibatkan oleh berbagai keadaan gizi disajikan pada tabel
dibawah ini.
Keadaan
Gizi
|
Konsekuensi
kesehatan, Outcome
|
Gizi optimum
Seseorang yang
tahan pangan dengan menu ang cukup, seimbang, dan bijaksana
|
Sehat, afiat, perkembangan
normal, mutu hidup tinggi
|
Kurang gizi (Undernutrition):
lapar
Seseorang yang
rawan pangan yang hidup dalam kemiskinan, ketidaktahuan (pendidikan rendah),
lingkungan politik yang tidak stabil, masyarakat yang kacau, peperangan
|
• Penurunan
perkembanan fisik dan mental
• Pnurunan
sistem kekebalan tubuh
• Peningkatan
penyakit infeksi
• Lingkaran
setan kurang gizi, gangguan tumbuh kembang, kemiskinan
|
Kelebihan gizi
(Overnutrition)
Asupan makanan
yang berlebihan, khususnya zat gizi makro, ditambah dengan keadaan:
• kurang
aktivitas fisik
•
merokok, stres, minum minuman alkohol
|
Obesitas, sindrom
metabolik, penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus tipe 2, kanker: penyakit
tidak menular kronis, yang seringkali dicirikan oleh kelebihan gizi makro dan
kekurangan gizi mikro
|
Gizi salah (Malnutrition)
Transisi gizi:
Individu atau masyarakat yang sebelumnya mengalami rawan pangan → kemudian
dihadapkan dengan keberlimpahan makanan yang enak-enak → Beberapa orang
mengalami kekurangan gizi atau kelaparan (undernourished), sebagian yang
lainnya terlalu banyak zat gizi makro dan terlalu sedikit zat gizi mikro
|
Beban ganda
masalah penyakit infeksi dan penyakit tidak menular kronis, yang seringkali
dicirikan oleh kelebihan gizi makro dan kekurangan gizi mikro
|
Sumber : Gibney, et al., (2009). Introduction to Human Nutrition, second
edition. Wiley-Blackwell.
No comments:
Post a Comment