Hadi Riyadi
Pengolahan pangan dapat dilakukan di tingkat rumah tangga, yang umumnya
merupakan pengolahan tradisional yang dilakukan secara sederhana, baik dalam
hal peralatan yang digunakan, pengawasan mutu maupun sanitasinya. Selain itu, pengolahan yang dilakukan
biasanya merupakan warisan pengetahuan dari generasi-generasi sebelumnya.
Pengolahan pangan tingkat rumah tangga bertujuan antara lain:
1. Memudahkan bentuk pangan yang dikonsumsi
serta menambah macam atau jenis makanan.
2. Menjamin keamanan pangan
3. Meningkatkan kelezatan dan daya tarik dari
pangan yang dikonsumsi
Kegiatan pengolahan pangan di tingkat rumah tangga meliputi: persiapan
bahan (penyiangan pangan, pencucian, dan pemotongan) dan pemasakan. Pemasakan merupakan proses pengolahan dengan panas yang paling sederhana
dan mudah dilakukan. Tujuan pemasakan
terutama untuk memperoleh makanan yang lebih lezat atau enak dan memperpanjang
masa simpan. Ada tiga macam pemasakan
yang biasa dilakukan, yaitu:
1. Pemanggangan dan penyangraian, yaitu
menggunakan panas kering pada suhu ± 1000C.
2. Perebusan, yaitu penggunaan panas basah
dengan suhu ± 1000C.
3. Penggorengan, yaitu penggunaan minyak
panas dengan suhu ± 1000C.
Selama pemasakan akan terjadi perubahan flavor, warna dan tekstur;
meningkatkan daya cerna komponen pangan; terjadinya destruksi mikroorganisme
dan toksin, serta inaktivasi enzim yang tidak dikehendaki. Perubahan lain yang sangat tidak diharapkan
yaitu penurunan nilai gizi. Besar
kecilnya penurunan zat gizi antara lain dipengaruhi oleh pengolahan yang
dilakukan serta sifat dari pangan itu sendiri.
Salah satu pangan yang sangat rentan
terhadap penurunan nilai gizi selama pemasakan adalah sayuran. Sayuran tidak mempunyai struktur biologis
yang umum. Sayuran diperoleh dari
berbagai bagian yang berbeda dari beranekaragam tumbuh-tumbuhan, misalnya daun, bunga, batang, buah.
Sayur umumnya mempunyai beberapa sifat gizi yang hampir sama, yaitu
berkadar air tinggi, dan mengandung karbohidrat tak dapat cerna (sellulosa) yang menyediakan serat dan merupakan sumber vitamin C,
karoten, dan mineral terutama zat besi (Fe).
Pengaruh utama pemasakan terhadap nilai gizi sayur-sayuran adalah
hilangnya/rusaknya vitamin C, vitamin A dan Fe.
Kandungan
Fe dalam sayuran pada waktu pengolahan berkuah akan mengalami leaching sebanyak
5-15 persen, besar kecilnya tergantung dari cara pemasakan. Leaching Fe pada sayuran hijau yang direbus
(sayur bening) adalah 18 persen (Hardinsyah, 1982). Hasil penelitian Utami (1982) mengungkapkan
bahwa kehilangan vitamin A selama pemasakan sayuran hijau dengan cara ditumis
adalah 8-18 persen, sedangkan menurut Bender (1973) adalah 18 persen.
Sayuran
hijau dimasak dengan perebusan menyebabkan kehilangan vitamin A berkisar 3-30
persen (Nasoetion, Rihati, dan Sibarani,1983).
Utami (1982) menyatakan bahwa sayuran hijau yang dimasak bersantan
mengalami kehilangan vitamin A hanya sekitar 3 persen, kandungan vitamin B1
pangan yang dimasak hilang sekitar 25 persen dan vitamin C hilang 50 persen
(Direktorat Gizi, 1981).
Kentang merupakan umbi dari batang tanaman yang berkadar pati lebih tinggi
daripada sebagian besar sayur-sayuran lain.
Kadar vitamin C
kentang bervariasi karena hilangnya selama penyimpanan. Kentang yang disimpan lama mungkin hanya
mempunyai seperempat kadar vitamin C dari kentang yang baru dipanen. Kehilangan vitamin C akibat pengolahan pada
kentang adalah 18-57 persen, tergantung cara
pengolahannya. Penyeduhan dengan air
panas kehilangan vitamin C-nya 18.5%, dikukus kehilangannya 20.3%, dan direbus
kehilangannya 57.4%.
Sumber :
Hadi Riyadi.
2006. Gizi dan Kesehatan
Keluarga. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Universitas Terbuka.